Fachrul Hidayat
News Update
Loading...

Monday 2 February 2015

Peranku Bagi Indonesia - LPDP Gagal 2015

“Cara berpikir yang menyatakan bahwa kekayaan terbesar suatu bangsa
adalah minyak, gas, atau tambang, adalah cara berpikir penjajah kolonial.
Kekayaan terbesar suatu bangsa adalah manusianya”.

 
Saya adalah seorang anak dari keluarga petani di Ralleanak, sebuah desa kecil di pegunungan Sulawesi Barat, provinsi baru hasil pemekaran provinsi Sulawesi Selatan. Saya lahir di desa yang masih disinari pijar lantera di malam hari saat daerah lain sudah puluhan tahun menikmati cahaya lampu listrik.

Tahun 2013 saya menamatkan jenjang S1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Hasanuddin, Makassar. Sejak masa SD sampai di perguruan tinggi saya aktif di berbagai organisasi terutama yang bergerak di bidang sosial. Tahun 2006 saya ikut serta mewakili provinsi Sulawesi Barat pada Jumpa Bakti Gembira Palang Merah Remaja tingkat nasional yang diselenggarakan di Palembang, Sumatera Selatan. Saat masih berstatus mahasiswa, saya aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Search and Rescue (SAR) Universitas Hasanuddin. Saya terlibat di berbagai operasi SAR dan penanggulangan bencana di Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi.

Saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri energi listrik tenaga air. Perusahaan ini berkomitmen menghasilkan green energy yang membantu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Saya terlibat langsung dalam perencanaan dan pengerjaan proyek-proyek perusahaan kami sebagai salah satu staff Engineer.

Potensi tenaga air di Indonesia menurut riset PLN tahun 1983 mencapai 75 GW dan baru dikembangkan sekitar 6.8%. Dengan potensi tenaga air yang melimpah tersebut ditambah kebutuhan energi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menurut saya sektor energi ini akan menjadi salah satu segmen yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional di masa depan. Selain kontribusinya dalam hal pendapatan, sektor ini juga bertindak sebagai prime-mover untuk pembangunan daerah, menjadi sumber bahan baku, dan sumber pekerjaan, yang menyebabkan multiplier effect ekonomi lainnya.


Baca Juga:  Mengenal PLTA, Masa Depan Pembangkit Listrik Indonesia

Pemerintah telah menunjukkan komitmen besar perihal pengembangan energi di negara kita. Bulan Mei lalu di Yogyakarta, kementrian ESDM telah meluncurkan program '35000 MW untuk Indonesia', sebuah program yang bertujuan memacu pengembangan sumber energi baru guna mewujudkan kemandirian ekonomi khususnya kedaulatan energi. Bahkan Dirut PLN, bapak Sofyan Basir, pada beberapa kesempatan mengungkapkan bahwa PLN akan menghasilkan listrik dari  tenaga air sebesar 10 ribu MW dalam 10 tahun kedepan. 

Saya yakin Indonesia akan terus berbenah, mengembangkan sumber-sumber energi alternatif dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi fossil seperti minyak bumi dan batubara yang kita tahu saat ini masih menjadi penyumbang energi terbesar. Daerah asalku sendiri, Sulawesi Barat, saat ini diketahui sebagai lumbung tenaga air yang sangat potensial. Mengacu pada data Dinas ESDM provinsi, ada beberapa lokasi yang diperkirakan bisa dikembangkan menjadi pembangkit listrik disana. Kondisi topografi yang berupa hamparan pegunungan menjadikan provinsi ini dialiri sungai-sungai dengan potensi tenaga yang besar, namun tentu saja masih harus diteliti lebih jauh.

Baca Juga:  Mengenal Turbin PLTA: Prinsip Kerja, Jenis, dan Pemilihannya

Pada paragraf awal dari esai ini, saya mengutip adagium yang sering diungkapkan oleh salah satu tokoh pendidikan kita, bapak Prof. Dr. Anies Baswedan. Saya sepakat bahwa kekayaan terbesar suatu bangsa adalah manusianya, bukan sumber daya alamnya. Namun sesungguhnya kedua unsur itulah pilar utama pendukung pembangunan suatu bangsa. Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah tak akan mencapai keberhasilan pembangunan tanpa sumber daya manusia yang mumpuni.

Sebagai salah satu anak yang lahir dan besar dari tanah dan air Indonesia, menjadi panggilan hati bagi saya untuk turut serta terlibat dalam genderang pembangunan bangsa ini terkhusus di daerah kelahiran saya, Sulawesi Barat, tentu saja pada bidang ilmu dan profesi yang saat ini saya tekuni. Saat ini saya turut serta membantu pemerintah mewujudkan kedaulatan energi melalui perusahaan tempat saya bekerja, sembari mencari nafkah untuk keluarga. Jika ada rezki dan kesempatan, saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan menimba ilmu yang lebih dalam tentang pengembangan energi air dan berharap dapat memberikan kontribusi yang lebih banyak baik dalam bidang industri maupun pendidikan.


Akhirnya, pada apapun semua pengharapan ini bermuara, saya akan terus berbakti untuk negeriku tercinta, Indonesia.

Bogor, 2 Februari 2015

Saturday 31 January 2015

Gunung Kambuno Lantangunta - Rute dan Jalur Pendakian

Sore ini sepulang kantor tiba-tiba saya rindu mendaki gunung. Di Kota Bogor ini, entah gunung ada dimana. Saya orang baru di kota ini dan tak tahu apa-apa. Saya rindu teman-teman di Makassar. Lalu terpikir untuk bercerita pengalaman mendaki gunung Kambuno tempo hari saat masih kuliah. Dibantu catatan-catatan kecil dan foto-foto pendakian yang tersimpan di laptop, saya merangkai ingatan kembali, sambil melepas rindu untuk teman-teman yang jauh disana.

Gunung Kambuno, Gunung Luwu Utara, Pendakian

Gunung Kambuno adalah salah satu gunung yang sering dituju para penggiat alam bebas di sulawesi selatan. Selain medannya yang sangat menantang, kawasan hutan yang masih alami dan dihuni binatang khas sulawesi, Anoa, juga menjadi daya tarik tersendiri meskipun berada di wilayah yang sangat terpencil. Saya dikaruniai kesempatan untuk menikmati gunung ini bersama rekan-rekanku Tim Ormed Dewata XIX SAR Unhas nya pada bulan Mei, 2010. Nama sebenarnya adalah Lantangunta, tapi lebih dikenal dengan nama gunung Kambuno oleh penduduk setempat yang juga sering mengunjungi gunung ini untuk berburu binatang. Berada di kawasan kecamatan Sabbang kabupaten Luwu Utara, tepatnya di Desa Malimbu dusun Mangkaluku, membutuhkan waktu berjalan kaki 2-3 hari dari daerah terakhir yang bisa dilalui kendaraan bermotor untuk sampai di kaki gunung.

Untuk mencapai daerah ini, saya dan rekan2 mengambil titik start di Posko Gurila SAR Unhas menuju terminal Daya Makassar kemudian naik Bus 451 km sampai di kecamatan Sabbang Luwu Utara. Dari Sabbang melanjutkan ke Desa Malimbu dengan menumpang truk. Baru dari desa Malimbu kami memulai berjalan kaki ke Dusun Mangkaluku. Dusun mangkaluku adalah kampung terakhir sebelum lanjut lagi ke kaki gunung kambuno.

Desa Malimbu dusun Pongo adalah daerah terakhir dari jalur yang bisa ditempuh dengan mobil. Itupun hanya truk dan mobil pribadi. Transportasi umum yang ada hanya Ojek. Jarak dari kecamatan Sabbang 5 km, dapat ditempuh 15 menit. Luas wilayah Desa Malimbu 262,41 km dengan 2.363 penduduk yang terdistribusi dalam 5 dusun. Pongo, Malimbu, Tuara, Mamea dan Mangkaluku. Mata pencaharian umum penduduknya adalah bertani kakao dan jual beli rotan. Ada juga yang berdagang kebutuhan sehari-hari warga. Fasilitas komunikasi yang bisa dipakai adalah handphone. Untuk penerangan,digunakan generator diesel mini sebagai pembangkit listrik. Penduduk daerah ini semuanya beragama Islam dengan bahasa sehari-hari yang umun digunakan adalah bahasa Bugis.

Baca juga: Gandang Dewata, Mencari Mayor Latang

Dusun Mangkaluku
Dari Desa Malimbu, perjalanan kami lanjutkan ke dusun Mangkaluku. Jarak dari Malimbu kurang lebih 21 km ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan pengerasan. Sebenarnya dari Malimbu bisa dilalui motor/ojek tapi biasanya warga hanya menggunakan motor untuk mengangkut barang. Untuk pengemudi motor biasa, sangat tidak saya anjurkan melewati jalan disini. Jalan raya nya 100 % off road. Biaya ojek Rp. 100.000.  Mangkaluku adalah kampung terakhir dari kaki gunung Kambuno. Merupakan dusun dengan wilayah terluas di wilayah desa Malimbu, 205,48 km dan jumlah penduduk terkecil, hanya 308 jiwa. Daerah ini masih sangat kental dengan suasana tradisional. Misalnya memasak makanan dengan kayu bakar, mandi dan mencuci pakaian di sungai, dll. 

Gunung Kambuno, Gunung Luwu Utara, Pendakian
Pic. Sungai di dusun Mangkaluku 

Dari Mangkaluku masih 20 km lagi sampai di Pos I gunung Kambuno. Bisa ditempuh 1 hari perjalanan tapi karena medan yang lebih banyak menanjak, bisa mamakan waktu sampai 2 hari.

Gunung Kambuno, Gunung Luwu Utara, Pendakian
Pic. Jembatan meninggalkan dusun Mangkaluku

Gunung Kambuno / Lantagunta
Saya bersama tim, sampai di kaki gunung Kambuno setelah perjalan 2 hari dari Mangkaluku. Warga lebih mengenal tempat ini dengan sebutan km 45, karena jaraknya 45 km dari pangkal jalan pengerasan diukur dengan speedometer motor. Terdapat sebuah tanah lapang disisi jalan yang sering digunakan para pendaki untuk Camp sebelum naik ke gunung kambuno. Disebelah, sisi jalan yang lain adalah lembah hutan yang didominasi tumbuhan pinus dan alang-alang. Disinilah Pintu masuk  untuk memulai perjalanan menuju puncak gunung Kambuno.

Pos I
Pos I adalah pintu masuk gunung Kambuno, di antara pohon pinus dan alang-alang, tepat dipinggir jalan pengerasan. Tidak ada tempat camp. Pos I hanya sebagai titik masuk jalur ke puncak kambuno. Para pendaki biasanya mengambil titik camp di tanah lapang di sebelahnya karena jaraknya hanya beberapa meter. Terdapat sungai besar yang jaraknya sekitar 20 m. Ketinggian Pos ini 2656 mdpl.
Gunung Kambuno, Gunung Luwu Utara, Pendakian
Pic. Belokan dari jalan pengerasan masuk menuju pos I

Dari pos I kami mulai memasang string line untuk menandai jalur. Walaupun sudah ada beberapa string line yang terpasang tapi tetap kami tambahkan.

Baca juga: Camping di Padamarari, Selayang Pandang Danau Poso

Pos II
Jalur dari pos I ditempuh sekitar 2,5 km melalui hutan yang didominasi tumbuhan alang-alang. Jalur ke pos II cukup terjal dan kebanyakan melalui pinggiran longsoran tanah. Pos II berada pada ketinggian 2832 mdpl. Lokasinya berupa tanah datar yang cukup luas. Tidak ada sumber air yang dekat dari pos.

Pos III
Jarak dari pos II ke pos III sekitar 3,4 km. Dari pos II melalui medan yang sangat menanjak sebelum agak landai mendekati pos III. Kebanyakan juga melalui pinggir longsoran. Pos III berada pada ketinggian 1943 mdpl. Para pendaki sering menyebut pos ini dengan nama camp air karena merupakan satu-satunya pos di jalur kambuno yang terdapat sumber air. Terdapat sungai yang dengan lebar sekitar 3 meter. Luas tempat camp berupa tanah datar sekitar 5x5 meter. Para pendaki umumnya mengambil titik camp di pos ini sebelum memulai perjalanan besok paginya ke puncak. Kami pun demikian.

Pic. Sungai di pos III

Pos IV
Pos IV berupa tanah datar yang sempit. Di dominasi tumbuhan semak dan pakis. Posisi pos ini dekat dengan longsoran. Jalur dari pos III sangat terjal. Beberapa kali kami harus menggunakan webbing untuk melalui jalur yang terlalu miring. Ada juga jalur yang sudah hilang ataupun tertutup oleh pohon tumbang.

Pos V
Pos V berada pada ketinggian 2190 mdpl, merupakan tanah datar dengan luas sekitar 10 x 15 m. Berjarak sekitar  1 km dari pos IV ditempuh melalui medan yang juga cukup menanjak. Meskipun luas, pos ini tidak memungkinkan untuk camp karena sumber air yang jauh juga suhu yang sangat dingin. Di pos ini terdapat percabangan jalan yang cukup berbahaya terutama jika dari puncak karena jalur asli yang terlihat sangat kecil, percabangan yang terlihat lebih luas. Berupa tanah yang rawan longsor karena minim poho-pohon besar.

Pos VI
Di pos inilah kira-kira warga sering berburu anoa. Disini kami di kagetkan oleh seekor anoa yang tiba-tiba melompat keluar dari semak. Di pos ini sampai pos VII memang kami dapati paling banyak kotoran anoa yang menandakan hewan khas sulawesi ini lebih sering di sekitar pos ini. Juga terdapat pohon kalpataru dengan batang yang besar-besar. Pos VI berada pada ketinggian 2269 mdpl. Masih banyak dilalui longsoran di jalur yang di lalui. Juga ditemukan percabangan jalur dan beberapa lubang yang di sebabkan oleh erosi tanah.

Pos VII
Pos VII berjarak kurang dari satu kilo meninggalkan pos VI. Medan yang tidak terlalu menajak tetapi tetap menguras tenaga karena jalur yang lembab. Di pos ini mulai dipadati tumbuhan lumut di sepanjang jalur yang kebanyakan terdiri dari bebatuan. Pos VII berada pada ketinggian 2398 mdpl.sinar matahari kurang karena tertutup pohon-pohon yang lebat. 

Pos VIII
Kondisi medan pos VIII hampir sama dengan pos VII, mungkin karena jarak yang dekat. Hanya populasi tumbuhan lumut yang semakin banyak. Mulai ada di pepohonan. Di pos ini sampai pos IX adalah lokosi yang sangat rawan karena jalur yang sulit di bedakan. Pohon-pohon yang hampir sejenis dengan jarak antar pohon yang sama membuat kesulitan mengingat jalur terutama saat turun dari puncak. Penggunaan String Line sangat efektif dan membantu dalam hal ini.

Pos IX
Pos IX berada pada ketinggian 2656 mdpl. Merupakan pos dengan suhu yang paling dingin diantara semua pos menuju puncak Kambuno. Hampir tidak tampak lagi pohon-pohon dan bebatuan. Yang terlihat hanya lumut dimana-mana. Julur licin dan sangat menanjak. Jarak pandang hanya sekitar 4 meter karena kabut yang tebal.

Pos X ( Puncak )
Jalur menuju puncak juga adalah puncak, klimaks kesulitan dari medan yang telah dilalui. Jalur yang paling miring, bebatuan yang licin, suhu dingin dan tentu saja jalur panjang, sangat menguras tenaga dan mental. Sekitar 1,3 km dari pos IX dilalui dengan beberapa kali harapan sia-sia akan sampai di puncak. Ternyata beberapa kali belum juga. Beberapa kali batu yang diinjak lepas dan jatuh menggelinding ke bawah. Kami harus berpegang kuat-kuat pada pohon-pohon kecil untuk memastikan tetap aman meskipun terpeleset karena licin atau batu yang diinjak akan jatuh. Tidak ada suara tim selama melalui jalur ke puncak. Sunyi senyap sepanjang jalur ini. Tidak ada suara rekan-rekan, ngobrol sambil jalan seperti biasa. Masing-masing diam dengan pikirannya. Huh

Beberapa bongkahan batu yang terusun di depan kami menandai triangulasi gunung Kambuno. Tanah datar sekitar 6x6 meter. Subhanallah. Surga kabut. Kami sampai, merapat, mendarat, di puncak gunung Kambuno, 3883 mdpl, setelah naik mobil 456 km dan berjalan kaki sekitar 50 km. Semua rasa lelah, capek, letih, lemas, loyo, dilupakan sejenak. Kami hanya mengabadikan momen ini beberapa menit kemudian segera bersiap turun kembali mengambil barang-barang di pos III lalu terus dan camp di dekat pos I. Tuntas sudah.

Baca juga: Perjalana ke Jepang, Hajimemashite Osaka!

Perjalanan kembali ke dusun Mangkaluku kami tempuh hanya dalam waktu satu hari saja dari Pos I. Menginap semalam di Mangkaluku lalu melanjutkan sehari perjalanan lagi ke Desa Malimbu. Rasa bahagia bercampur bangga menyelimuti perasaan kami ketika malam itu kami sudah duduk manis di dalam bus yang membawa kami dari Pertigaan Sabbang kembali ke Makassar. 11 jam didalam bus menuju Makassar dimanfaatkan untuk menelfon, melepas rindu kepada kerabat setelah hampir 2 minggu tidak mencicipi teknologi bernama HP. Namun bagi saya, malam itu sepertinya tidak ada yang lebih penting dari mengingat kembali setiap langkah menuju dan pulang dari Gunung Kambuno. It was absolutely awesome ! 

Gunung Kambuno, Gunung Luwu Utara, Pendakian
Pic. Foto Tim, maaf sedikit vulgar
 
Demikian kisah jalan-jalan kami ke gunung Kambuno, ini tanpa menceritakan kisah-kisah aneh yang kami alami disana. Haha. Semoga bisa bermanfaat menjadi referensi bagi rekan-rekan pendaki. Barangkali kalian ada yang butuh data lebih detail medan gunung ini, termasuk foto-foto jalur, boleh kontak saya. Ayo minum-minum kopi sambil bercerita di teras ku. Bercerita tentang jembatan bambu, kilometer 13, camp vietnam, mitos aneh, sarang anoa, pacet, camp air, kalpataru. Tentu setelah kalian pulang dari Kambuno. 

Saya tunggu. Salam Lestari !

Bogor, 31 Januari 2015

Thursday 1 September 2011

Mahasiswa dan Tanggung Jawab Kemanusiaan



Sebagai makhluk yang selalu bertindak menggunakan akal pikiran, manusia sudah sepantasnya harus tahu dan bisa memprediksi bahwa akan ada sebuah kekuatan yang berusaha menghegemoni dirinya. Namun sebagian besar manusia justru membiarkan dirinya dikuasai oleh kekuatan tersebut.

Satu kelompok manusia yang saat ini masih memiliki peran sentral dalam menangkal usaha penguasaan diri manusia dari kekuatan dan kekuasaan tersebut adalah kelompok mahasiswa.

Mahasiswa, sebuah kata yang mengandung banyak arti. Sudah banyak kalangan yang berusaha mengartikan kata tersebut, baik mahasiswa itu sendiri, praktisi pendidikan, para ahli, pemerintah sampai masyarakat umum. Begitu banyak arti dari kata mahasiswa sehingga menimbulkan banyak pandangan dan hal tersebut adalah benar semua. Akan tetapi kadang kita terlupakan dari mana kata mahasiswa itu terbentuk. Mahasiswa terbangun dari dua kata, maha dan siswa. Jika diartikan, maha sama artinya dengan yang ter, siswa artinya pelajar. Jadi dari kata penyusunnya, mahasiswa adalah ‘yang terpelajar’.

Kita sebagai mahasiswa yang diartikan sama dengan terpelajar tentu bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan yang terpelajar?

Untuk menjawab hal tersebut silahkan kawan-kawan mengartikannya sendiri karena pandangan kita mungkin berbeda-beda dan semuanya itu benar karena mahasiswa itu unik.


Saya hanya ingin mengangkat satu aspek dari mahasiswa yang terpelajar itu yakni aspek kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan disekitarnya. Saya menyebutnya ‘mahasiswa dan kemanusiaan’.


Kemanusiaan atau humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran berbeda yang memfokuskan dirinya bagi jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Ketiklah kata 'kemanusiaan' di mesin pencari maka akan muncul gambar-gambar yang hampir semua mewakili penderitaan banyak manusia di bumi ini. Kemanusiaan merupakan sisi yang sangat dekat dari diri seseorang, termasuk mahasiswa. Namun terkadang kita bersikap apatis terhadap sisi ini. Sebagai manusia terpelajar, tidak semestinya kita bersikap seperti itu. Apatis dan tidak peduli. Sisi kemanusiaan dari seorang mahasiswa adalah sebuah tanggung jawab intelektual yang harus dipertanggungjawabkan ketika tidak memperdulikannya atau berpura melupakannya.


Tindak nyata dari seorang mahasiswa adalah berbuat untuk masyarakat. Tidak hanya terus terus bertatap muka dengan dosen di bangku perkuliahan atau sekedar membaca buku-buku sosial, diskusi, kajian, dll, tanpa tanpa tindakan nyata.


Tuntutan akademik juga salah satu penyebab mengapa sekarang kalangan mahasiswa cenderung bersikap apatis terhadap sisi yang begitu dekat darinya yaitu sisi kemanusiaan. Tuntutan akademik adalah kanalisasi dari kekuatan dan kekuasaan yang mencoba menghegemoni mahasiswa dan alhasil cara itu berhasil walaupun masih saja ada mahasiswa yang mencoba untuk tidak terkuasai olehnya.



Percepatan untuk menyelesaikan studi merupakan tuntutan yang dibebankan kepada mahasiswa sehingga terkadang melupakan hal-hal yang sangat substansial yang harus dilakukan ketika mendapat kesempatan menjadi orang ‘yang terpelajar’, mahasiswa.

Yang paling kongkrit yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa adalah bagaimana membendung hegemoni kekuatan dan kekuasaan yang akan terus menerus mengincar kita. Berjalanlah keluar dari iring-iringan. Berhentilah terlalu menghamba pada rutinitas. Temui kawan-kawan kita dan kembalilah pada kebebasan dengan penyaluran keinginan, nalar, minat, dan bakat yang berorientasi langsung terhadap fungsi kita dalam masyarakat tanpa harus terkekang oleh tuntutan akademik untuk menyelesaikan studi secepatnya.


Pos Komando Gurila SAR Unhas
Gedung PKM II Lt.2 Kampus Unhas Tamalanrea

Terbit di Forum Mimbar Bebas harian Fajar, September 2011

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Featured][recentbylabel2]
Notification
Apa isi Blog ini? Catatan perjalanan, opini, dan esai ringan seputar Engineering.
Done